Postingan

Mbah Munawwir, Barzanji dan Kasihnya kepada Santri

Gambar
Mbah Munawwir masyhur sebagai Ulama’ ahlul qur’an Besar Nusantara . Nama beliau tertulis abadi dengan tinta emas di hati para penghafal dan pecinta Al-Qur’an di Bumi Pertiwi ini. Sanad Al Qur’an di Nusantara, tidak bisa dilepaskan dari nama beliau. Cucu KH. Hasan Besari ini, dibesarkan dalam lingkungan agamis. Sedari kecil beliau diasuh langsung oleh ayahandanya KH. Abdullah Rosyad dengan pemantik semangat hadiah sebesar Rp. 2,50—apabila dalam seminggu Munawwir kecil dapat mengkhatamkan Al-Qur’an sekali. Begitu seterusnya, sampai beliau belajar ke Mbah Abdurrahman Watucongol, Mbah Sholeh Darat Semarang, Mbah Kholil Bangkalan Madura, Mbah Abdullah Kanggotan Bantul, hingga berguru dan Riyadhoh ke Makkah dan Madinah selama 21 tahun dan kembali ke Jawi , Yogyakarta tepatnya.   Menetap di Krapyak beliau mencoba menguri-uri  pengajaran Al-Qur’an, hingga pada tahun 1911 M beliau mendirikan Pondok Pesantren Al Munawwir. Santri perlahan-lahan mulai mendatangi beliau untu...

Ambivalensi Lensa

Gambar
Catatan untuk Intan Masruroh Suatu ketika kau bertamu ke tempat kos temanmu. Dia menawarimu menu minuman yang dia punya, “sebentar, aku akan buatkan untukmu minum, sekedar hanya penghangat suasana”, dalihnya. “Mau minum apa? Hmm. Tapi saya hanya punya kopi sachet”. Terjebak pertanyaan itu, kau sulit mengelak. “Ya sudah, tidak masalah”. “Tapi..”.   Kau tak perlu berusaha sedetail mungkin untuk sanggup menyuguhkan secangkir kopi sachet misalnya, kepada temanmu. Tak perlu harus berapa derajat kau mendidihkan airnya, tak perlu pula kau harus menyarankan putaran sendok ketika mengaduk, harus mengikuti arah jarum jam atau malah melawan arah jarum jam. Jelasnya, jawaban yang aku sodorkan tatkala menikmati jamuanmu tetaplah berbunyi “hm. enak”. Meskipun itu pseudo belaka. Sebab jika kau bersandar tegap kepada tujuan, itu bukanlah akhir. Jangan salah lihat. Apalagi  memandang kopinya, tapi pandanglah khidmahnya dalam menyuguhkannya kepadamu. Sejalan pula dengan bagaimana...

Mendaras Makna Keadilan dan Relevansi Peran Lembaga Perlidungan Saksi dan Korban

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh Keadilan. Sebagai syarat wajib Demokrasi, keadilan adalah ihwal yang sulit diabaikan. Pemimpin tidak bisa seenaknya memimpikan Demokrasi, dengan menafikan apa itu Keadilan. Mustahil. Berkaca pada sila kelima Falsafah Negara kita—Pancasila—yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, seluruh rakyat Indonesia berhak atas nikmat rasa adil. Dengan kata lain, nikmat rasa adil itu, sesungguhnya, telah ada, bahkan tertanam sejak kita terlahir di Bumi Pertiwi ini. Bolehlah kita berbangga, dalam Falsafah Negara termuat kata “keadilan”. Tapi nyatanya, keadilan sampai saat ini, menjadi tugas berat kita sebagai bangsa Indonesia. Layaknya impian yang masih jauh dari angan-angan. Lebih parah lagi, cita-cita luhur para leluhur bangsa itu, acapkali, oleh kita, hanya dijadikan sebatas penghias dinding-dinding kantor, sekolah, ataupun rumah kita. Dengan gambaran singkat itu, tidak banyak yang berasumsi atas konsep keadilan di Indonesia. Sebab keadila...

Menarasikan Hikmah Perbedaan Agama

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh Judul               : Keragaman dan Perbedaan; Budaya dan Agama dalam Lintas Sejarah Manusia Penulis             : Dr. Phil. Al Makin Tahun Terbit    : Maret 2016 Tebal Buku      : xii-288 Hlm. ISBN               : 978-602-1326-48-0 Penerbit           : SUKA-Press Agama secara kompleks diartikan lebih dari sekedar keyakinan eskatologis semata. Lebih dari ritus-ritus ibadah belaka. Melainkan sampai pada ritus sosial, politik , bahkan konteks berbangsa dan bernegara , tentu dengan warna spiritualitas yang bervariasi. Mulai dari Mesir Kuno, Sumeria, Mesopotamia, Babilonia, Yunani Kuno, India, Baghdad hingga Nusantara sekalipun, memiliki versinya masing-m...

Dinamika Sejarah, sampai Perkembangan Desa Bungah

Gambar
Afrizal Qosim Sholeh   Mudahnya demikian, jika anda sedang mengikuti Ziarah Walisongo, pasti melewati Kecamatan Bungah. 17 KM dari Kota Gresik. Jika dari arah selatan (Sunan Giri dan Maulanan Malik Ibrahim), sebelum Kecamatan Manyar, Gresik dan Kebomas. Sementara jika anda dari arah utara (Sunan Bonang Tuban dan Sunan Drajad Lamongan), sebelum Kecamatan Panceng, Ujung Pangkah, Dukun dan Sidayu. Bias dikalam, Kecamatan Bungah merupakan area sentral dari Kabupaten Gresik secara letak Geografis. Akses untuk sampai ke sana pun tidaklah sulit. Sebab Kecamatan itu dilewati oleh Jalan Deandless yang menjulur mulai dari Anyer sampai Panarukan—dengan identitas pohon Asem di bahu kanan maupun kiri jalannya. Dalam Kecamatan Bungah, yang terdiri dari empat desa (Bungah, Kaliwot, Dukuh, Karangpoh) ada desa yang menjadi desa kelahiran saya, yaitu desa Bungah. Desa yang bisa dibilang sejuk dan strategis. Menurut Abd. Ro’uf Djabir [1] terdapat lima pasal yang menjadikan desa tersebu...

Narasi Damai Nusantara : Penguatan Teologi Pluralisme dan Teologi Multikulturalisme

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh* Radikalisme agama di Indonesia, selalu ditanggapi dengan gesture keprihatinan. Masyarakat Indonesia, sebagai masyarakat multikultural, meyakini apabila radikalisme agama yang berwajah anarkhisme, berimplikasi pada chaos bangsanya, memunculkan konflik dan kekerasan bernuansa agama, sama sekali tidak ada kecocokan dengan kultur Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh INFID ( International NGO Forum for Indonesian Development ) pada tahun 2016, menemukan fakta bahwa persepsi masyarakat terhadap radikalisme, terorisme, kekerasan mengatasnamakan agama, pendirian khilafah. Oleh para pemuda Indonesia hal itu dinilai dengan ungkapan ketidak-sepakatan, sebanyak 88.2 % mereka tidak setuju adanya kelompok agama yang menggunakan kekerasan. Meskipun begitu, pemuda sebagai garda perubahan bangsa, tingkat kesadaran toleransi mereka masih rendah. Sangat rendah. [1] Tapi mereka merasa bangga hidup di Indonesia dengan berbagai macam suku, ras, bahasa, dan lain-l...

Merangkai Bingkai Pendidikan Indonesia Berkemajuan

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh* Selain diuntungkan dengan demographic dividend yang meluap-luap, melimpah ruah, di saat Indonesia menginjak usia satu abad, bangsa kita, juga dipersenjatahi dengan kearifan lokal ( local wisdom ) pun global ( global wisdom ) yang tak kalah melimpah pula. Kekayaan nilai-nilai kebudayaan bangsa, memaksa kita untuk tunduk, patuh, menghayati, teposliro, legowo, sebagai upaya pengembangan jiwa serta pembentukan raga. Asrul Sani (1926-2004) misalnya, seorang budayawan Sumatera Barat generasi awal Indonesia, mengibaratkan manusia sebagai “patung yang belum selesai”, paham ini mirip dengan teori kebudayaan sebagai pemaknaan simbol-simbol oleh Clifford Geertz  dalam bukunya The Interpretation of Culture: Selected Essays (1973). Meskipun pada dasarnya, dikatakan oleh Muhammad Sobary (1998) Asrul Sani adalah budayawan yang memiliki kompleksitas cara berpikir, yaitu intuisi dan teori, yang disebut pertama sebagai pioner. Kembali pada patung tadi, nah, untuk me...