Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Pemuda sebagai Insan Sosial Budaya

Gambar
Oleh : Afrizal Qosim Sholeh Mempercakapkan pemuda ( youth ) dalam konstelasi bangsa tidak akan pernah habis. Diskursus pemuda ibarat dunia fantasi dengan berjibun wahana. Variasi wahana tersebut meneguhkan bahwasannya pemuda di hari ini, esok, dan kemarin tak pernah lekang dalam percakapan dunia publik. Pemuda tempo hari terlihat sangat riskan peran dan jati dirinya. Sebagai pembaharu, agent of change , garda depan bangsa ( syubbanul yaum rijalul mustaqbal ), “pemuda saat ini, pemimpin di masa depan”, minim harapan terwujud, yang dirasa kebanyakan dari mereka pesimistis dan frustasi dalam pencarian jati diri. Padahal, jati diri merupakan hal mendasar untuk membentuk kepribadian unggul. Jika pencarian jati diri saja tidak mampu melampaui, bagaimana mau mengurusi bangsa? Pemuda benar-benar berada di ambang batas dari generasi. Ditambah dengan kondisi terkini, yang memaksa ritus sosial-kultural mengamini kemajuan. Globalisasi mengejawantah dalam tubuh manusia, mengakibatkan pol...

Kiai Mustaqim

Gambar
Oleh; Afrizal Qosim Sholeh* Dengan keteguhannya, Kiai Mustaqim berjalan dari barat. Seperti biasa, di pundaknya terpikul sekarung beras. Konon, beras yang selalu dipikulnya itu tidak pernah ia beli dan tidak pernah habis. Seperti samudra tak bertepi, beras itu tak berkurang, pun tak bertambah sama sekali. Karung itu selalu dipikul tanpa terbesit rasa lelah di raut wajah. Berjalan, berkelana, dan berpetualang, merupakan penegasan dirinya. Berganti latar setiap kali lapar. Berganti wadah setiap kali butuh berkah. Berganti tempat setiap kali butuh berkat. Apabila ada hajatan agung yang bertalian dengan unsur Kiai dan Pesantren, di situ pasti dapat dijumpai orang yang bernama Kiai Mustaqim. Bukan sebagai yang diluhurkan, penceramah, apalagi pemimpin do’a, ia hanya mengalap berkah, mencuci dan mengelap piring di dapur shohibul hajah . Seluruhnya menjadi rutinitas kesehariannya sekaligus rutinitas spiritualnya. Tak pernah mengeluh apalagi mengadu. Masih konon, rutinitas itulah yang ...

Santri, Industri, dan Kapitalisasi

Gambar
Oleh; Afrizal Qosim Sholeh* Pesantren adalah miniatur nusantara. Sebagai miniatur, pesantren membungkus kultur Nusantara dalam satu wadah, satu adati, satu tradisi, yaitu ke-pesantren-an.  Abdurrahman Wahid menggolongkan pesantren sebagai subkultur. Menurut Gus Dur, subkultur pesantren dikonstruksi dari tiga elemen: [1] pola kepemimpinan pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara, [2] kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad dan [3] sistem nilai ( value system ) yang digunakan adalah bagian dari sistem nilai masyarakat luas. Ketiga elemen tersebut bisa lebih gamblang lagi ceritanya jika kita koreksi pada sejarah pesantren Nusantara kontemporer. Norma dan nilai amaliah yang ditegakkan dalam pesantren, membentuk santri yang kemudian menjadi manusia penggembala, pencari kebaikan ( salik ), pencarian yang didapat dari kehidupan di pesantren menalangi keyakinannya untuk menjadi manusia paripurna, khalifah fil ardh`, atawa dalam bahasa Nietsz...

Indonesia Damai ; Mengurai dan Mengantisipasi Radikalisme Keagamaan

Gambar
Oleh; Afrizal Qosim Sholeh Membaca judul itu dengan satu nafas—belum sempat membaca sampai di akhir kalimat—sudah pasti anda akan tersenyum dan merasa sangat biasa. Saking biasanya, mungkin, tulisan ini tidak anda baca sampai selesai. Tapi itu tidak masalah, jika anda sudah benar-benar paham lewat judul tersebut, penulis turut bahagia. Dan tentunya, senyum anda sekalian, akan menjadi jariyah penulis. Waba’du , “ Indonesia Damai ” adalah sebuah impian seluruh masyarakat Indonesia. Sempat booming terdengar, lewat nada yang dilantunkan group band Koes Plus, dalam lagu yang berjudul “ Kolam Susu ” dengan “ orang bilang tanah kita tanah surga ” sebagai potongan liriknya—entah imajinasi apa yang ada dalam benak group band tersebut, sehingga muncul hipotesis yang demikian. Kita tahu surga adalah tempat bermuaranya sebuah kenikmatan yang kekal sempurna di kosmologi akhirat yang tidak ada di dalamnya kekurangan sama sekali. Gambaran surga sendiri terkumpul dalam Q.S. Ar-rahman. Seperti...

Dicari; Simbol Kekuatan Politik Rakyat

Gambar
Oleh; Afrizal Qosim Sholeh* Pesta demokrasi Indonesia, usai dilaksanakan pada 9 Desember 2015 yang lalu, berwujud pilkada, yang sementara serentak dilaksanakan di 264 daerah. Warna-warni bendera parpol di bulan-bulan sebelum momen itu, dirasakan atau tidak dirasakan oleh sebagian masyarakat. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Pilkada kali ini ‘sepi’. Padahal kita tahu, pilkada kali ini dilaksanakan secara serentak. Ada dua asumsi yang menurut penulis menjadi latar-belakang fenomena tersebut, pertama, sulitnya akses politik elit dalam mengendalikan sirkulasi di antara beberapa daerah. Kesulitan akses jangkauan ini, tidak lain dan tidak bukan dari kegaduan dan kerumitan akses perundingan dalam atau di setiap daerah. Kedua , ini yang paling riskan, bahwasannya masyarakat sudah memaklumi huru-hara politik yang hanya mengumbar janji tanpa tindakan pasti. Permakluman tersebut berakibat pada kebosanan rakyat. Ada nilai otonomi politik yang dipahami rakyat. Yang sebenarnya gejala terseb...

Agama dan Kepedulian Sosial; Menyemai Transendensi Kafir

Gambar
Oleh; Afrizal Qosim Sholeh* Maraknya wabah takfiri , pengkafiran sulit ditemu vaksin atau obat mujarabnya. Pengkafiran menjangkiti kehidupan umat Islam, berpotensi merangsek ke penjuru aspek kehidupan. Carut-marut kehidupan beragama, lanyah diperbincangkaan publik tempo hari Kegelisahan mencuat, merambah pada kesenjangan dan disharmoni sosial.. Humanitas dikhawatirkan belang di banyak bagian. Kabar terbaru, secara general menggambarkan, bahwasannya virus takfiri diam merambah segi teologis yang transenden. Agama wahyu atau agama langit atau Islam dalam diskursus ini, menjadi pemeran utama. Seolah-olah dengan justifikasi orang lain kafir (teologis), maka Islamnya paling benar, yang lainnya salah.  Islamnya yang fardu diikuti dan yang lainnya tidak. Apalagi kalau bukan arogansi iman yang mendasarinya. Apa lacur , perilaku tersebut mewabah dan menjangkiti manusia, dan menjadi anggapan umum sebagai pemantik paling progresif perselisihan norma beragama. Tak urung, ke-Tunggal ...

Gejolak Amid Melawan Belenggu Doktrin

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh* Judul               : Lingkar Tanah Lingkar Air Penulis             : Ahmad Tohari Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama Cetakan           :   I, Agustus 2015 Tebal               : 168 Halaman ISBN               : 978-602-03-1860-8 Seperti halnya karya Ahmad Tohari yang lain, yakni Novel Kubah (2005) yang mengangkat peristiwa pemberontakan PKI dan imbasnya. Demikian pula, Lingkah Tanah Lingkar Air , yang bisa dibilang sebagai Novel perjuangan, penggugah patriotisme. Pasalnya, tema pamungkas yang diangkat adalah peristiwa pergolakan perang mempertahankan kemerdekaa...

Gafatar, Sarinah, Lalu Apa Lagi?

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh* Sepekan terakhir ini telinga kita diramaikan dengan beberapa isu dan gerakan terorisme. Gerakan itu mulai dari Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) sampai pengeboman di Sarinah (14/01/2016). Dalam dua kasus itu, menambah derita kekhawatiran rakyat Indonesia. Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menambah deretan manis gerakan keagamaan baru di Indonesia. Seakan tidak pernah haus, gerakan-gerakan baru berkedok agama menyeruak, muncul di permukaan lewat beberapa akses, salah satunya internet juga media massa. Gafatar menambah pula derita moral bangsa Indonesia. Pasalnya, beberapa tahun sebelumnya sudah ada, bahkan banyak gerakan-gerakan keagamaan  yang tidak jarang membuat kerusuhan dengan isu-isu radikalisme dan terorisme. Seperti DI/NII//TII, ISIS, JI, Al-Qaeda, dan lain sebagainya.  Sementara itu, pengeboman yang terjadi di Sarinah telah diklarifikasi oleh kelompok ISIS ( Islamic State Iraq and Suriah ) bahwasannya mereka yang telah melalukan aks...