Postingan

Sebvah Catatan Muktamar

Gambar
“Medan pergulatan wacana sudah semakin meluas seiring dengan menguatnya gerakan radikalisme, ekstrimisme hingga Islamisme atau ideologi keislaman trans-nasional yang semakin mendistorsi pemahaman keagamaan muslim Indonesia yang lekat dengan nilai serta kearifan lokal”. Selembar abstrak sebagai syarat untuk mengikuti Muktamar Pemikiran Santri Nusantara terpaksa kuselesaikan hanya dalam semalam. Terpaksa. Karena kesulitan dalam mengatur waktu. Banyak waktu yang bagiku tepat untuk menulis, kusia-siakan hanya karena alam tak mendukung.   Dan mungkin Anda akan mengira bahwa itu kelemahanku. Betul. Tapi bukan yang kusebut pertama, melainkan ketergantunganku ada pada alasan kedua. Mestakung. Sebab itu pula, abstrak yang kubuat diberi tenggat waktu untuk tidak hanya diperbaiki, melainkan diperpanjang menjadi semacam artikel untuk jurnal. Selaksa amanah, nuansa tanggung jawab itu terasa mengikat. Pada akhirnya, saya menyelesaikan artikel itu selama sebulan dengan bersemedi di ka...

Rejuvenasi Santri dengan Mujahadah Globalisasi

Gambar
Sumber Foto : Dreams Oleh: Afrizal Qosim Sholeh “Adapun buih itu maka akan musnah tak berbekas, akan tetapi sesuatu yang memberi kemanfaatan bagi manusia, maka ia kekal di muka bumi” (QS. Ar-Ra’du;17) Suatu hari, ada seorang teman bilang seperti ini kepada penulis, “Setidaknya ada lebih dari lima teman saya—kebetulan mereka santri—yang followers Instagramnya di atas angka 1000. Kuperhatikan geliat kesehariannya, meski hanya via dunia maya. Di hari-harinya, mereka hampir selalu membuat Story; semacam ruang publish kegiatan keseharian di Instagram. Mulai dari curhatan, berada di sebuah tempat; Mal, Café, Wisata, selfie dengan dandanan super waw, bahkan ritual ibadah pribadi, pun mereka publish.” Kemudian dia melanjutkan secara sindiran menggelitik, “Barangkali Story Instagram itu apik, sebab, minimal kita mengetahui kabar dari teman-teman lewat dunia maya. Mengetahui perilaku apa yang mereka gemari dan geluti, cukup perhatikan Story IG -nya. Melihat teman merasa b...

Yang Halal Tapi Haram

Gambar
Sumber Foto : Yes Muslim Manusia pasti punya harapan untuk bisa hidup mapan, kaya, berkecukupan, dan segala taraf hidupnya terpenuhi. Untuk itu, mereka berani bertaruh fisik, waktu, dan nyawa. Bekerja keras di setiap hari. Membanting tulang, mondar-mandir mencari jalan. Layaknya tabiat, harapan hidup mapan itu, selalu dibarengi dengan sikap kekurangan. Anggapan jika, kebutuhan—mulai dari primer, sekunder, dan sampai tersier—belum sepenuhnya terpenuhi masih demikian menghinggapi di hampir segala kelas sosial masyarakat.   Tabiat itu semestinya bernilai positif, jika mereka memaknainya untuk memelihara diri, memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam mempertahankan dan mempertaruhkan hidup di dunia ini. Pendek kata, hidup itu soal perjuangan. Dan ketentuan mapan atau tidaknya, kelak akan dinilai dari apa yang selama ini telah kita perjuangkan. Dengan catatan, tanpa mengingat dan mengungkit amal perjuangannya tersebut. Namun, tidak sedikit pula yang memak...

Tidak Dinamakan Tidur, Tidur Yang Belum Dibangunkan

Gambar
Sumber Foto : Alodokter Upacara pemakaman kiai tinggal menghitung menit. Himbauan dari Pak Lurah kepada untuk ikut mengantarkan jenazah kiai, telah tersiar ke mana-mana. Pelataran pesantren sudah penuh sesak. Pasalnya, pada waktu-waktu ini lah, kita merasakan keistimewaan para kiai dan pesantren kita. Sehingga berjibun manusia membendung dan mengerumuni jenazah kiai. Sementara itu, di komplek masih banyak santri yang sibuk menyiapkan diri. Ada yang baru datang kuliah—seperti saya, yang masih perlu bebersih, ada yang masih mandi, salat duhur, dan juga tidak sedikit yang masih tertidur pulas. Seperti halnya di kamar, kutemui sehabis ngebut pulang dari ngampus ternyata masih menyisahkan tiga orang; dua masih mandi, sedang yang satu masih pulas tidur. Saya mencoba membangunkan, tapi yang dibangunin hanya mulet-mulet. Berkali-kali, terus seperti itu. Saya pun putus asa diiringi dengan makian, “yaopo seh arek iki, kiaine kate dimakamno malah enak-enakan turu. Hfft.” tapi ...

Ketika Khotbah Jumat Jadi Alat Perpecahan dan Dilema Kredo Agama

Gambar
Sumber Foto : Khazanah - Republika Oleh : afrizal qosim sholeh* Beberapa kali saya ringkuh dengan khotbah yang panjang dan juga lama. Apalagi khotbah yang disampaikan dengan menggebu-nggebu, energik, dan tak karuan gesture dan intonasinya. Benar saja, jika khotbah merupakan rukun salat Jumat. Tidak sah Jumatan bila tanpa adanya khotbah. Hingga khotbah diatur tanggal dan tema agar, sesuai dengan moment, tapi belum tentu kontekstual. Belum dengan soal khotbah yang berisi ujaran kebencian, teror, dan isu SARA. Menyudutkan—kebanyakan berwujud fitnah dan persoalan pribadi—satu pihak dengan dalih agama, lantas membenarkan pihaknya sendiri. Seperti pengalaman yang dialami oleh Gus Ulil Abshar Abdalla dengan Abdul Gaffar Karim. Yang sempat menikmati khotbah provokatif ketika melaksanakan Jumatan di Jakarta. Serta beberapa aduan soal isi khotbah Jumat yang provokatif, yang diterima oleh Menteri Agama. Seperti yang juga pernah terjadi di Gunung Kidul, ketika salat ied, kh...

Berani Membaca dan Kekalahan yang Ditakuti

Gambar
Semasa masih menjadi mahasiswa, ia suka membaca buku. Setiap hari buku tak pernah tidak berada di genggamannya. Selalu ada. Jenis buku apapun, ia selalu pegang. Paling banter, dia membaca sehari dua kali. Kalaupun tidak, mungkin ia hanya membawa buku, lantas terlelap tidur, dengan membiarkan buku tak terbaca dan berserak di samping kepalanya di saat tidur.    Oh iya, selain buku, belakangan dia mulai mahir merokok. Tak lupa dengan juga sembari mengajak temannya, yakni kopi sebagai sarana penguatan dan pengudaraan pikiran dalam membaca. Seingat saya, meski ia membaca buku dengan tekun(baca: ajeg setiap hari), tapi sering kali konsentrasinya terbagi-bagi. Seperti sedikit-sedikit lihat notifikasi di hengpon, sedikit-sedikit melihat temannya yang sedang sesliweran lewat, dan sedikit-sedikit dengan penuh kemubaziran melamun saat membaca. Ketika kuamati, selama itulah, saya yakin ia tak pernah benar-benar membaca. Benar saja, di saat mengerjakan tugas akhir, dia ...

Keblinger Angan (Sebuah Catatan terhadap Film Jakarta Undercover)

Gambar
Selayaknya megapolitan, Jakarta menyimpan berjuta variasi kehidupan. Lingkungan yang terbentuk secara bergelombang—sebab pembangungan infrastruktur yang menggerus pemukiman warga, membuatnya memiliki kompleksitas ruang lingkup kehidupan yang bervariasi pula. Mereka yang sukarela mempertaruhkan hidup di sana, adalah mereka yang berani berjuang mencari celah dalam kompleksitas ruang kehidupan tersebut. Barangsiapa yang sanggup mencermati celah ruang itu dan sanggup menaklukannya, mereka mendapatkan predikat Sang Penakluk Ibu Kota. Tentu saja, untuk menjadi sang penakluk itu tidaklah mudah. Anda mesti sanggup tabah bersaing dengan berjibun manusia yang sama-sama mengadu nasib di sana. Fakta rasio kesuksesan/keberhasilannya pun,   ternyata lebih sedikit dari pada ketidakberhasilannya.  Fakta itu dipertegas dengan banyaknya perantau yang terpaksa menikmati peran sebagai pengangguran atau menjadi masyarakat pinggiran. Yang berarti mereka mengulang kehidupan selayak...