Berani Membaca dan Kekalahan yang Ditakuti
Semasa masih menjadi mahasiswa, ia suka membaca buku. Setiap
hari buku tak pernah tidak berada di genggamannya. Selalu ada. Jenis buku
apapun, ia selalu pegang. Paling banter, dia membaca sehari dua kali. Kalaupun
tidak, mungkin ia hanya membawa buku, lantas terlelap tidur, dengan membiarkan
buku tak terbaca dan berserak di samping kepalanya di saat tidur.
Oh iya, selain buku, belakangan dia mulai mahir merokok. Tak
lupa dengan juga sembari mengajak temannya, yakni kopi sebagai sarana penguatan
dan pengudaraan pikiran dalam membaca.
Seingat saya, meski ia membaca buku dengan tekun(baca: ajeg
setiap hari), tapi sering kali konsentrasinya terbagi-bagi. Seperti
sedikit-sedikit lihat notifikasi di hengpon, sedikit-sedikit melihat temannya
yang sedang sesliweran lewat, dan sedikit-sedikit dengan penuh kemubaziran
melamun saat membaca.
Ketika kuamati, selama itulah, saya yakin ia tak pernah
benar-benar membaca.
Benar saja, di saat mengerjakan tugas akhir, dia kewalahan. Kaidah
kepenulisan belepotan. Kerangka berpikir apa lagi. Bukannya aku sanggup
melebihinya. Tidak, hal itu kadang juga kualami. Meskipun saya tidak
benar-benar hobi membaca.
Paling tidak, sedikit-sedikit saya membaca dan memahami
kaidah kepenulisan dari karya yang saya baca. Terlepas dengan paham tidaknya
terhadap konten karya yang saya baca.
Soal itulah yang saya sebut sebagai berani membaca dan
kekalahan yang ditakuti. Artinya, kita mempunyai keberanian untuk membaca.
Mempunyai niat dan semangat untuk menghabiskan buku bacaan. Tapi enggan memahami
dan mengorek isi bacaan tersebut.
Kita tertawan oleh nafsu membaca, nafsu menyelesaikan bacaan, tapi abai terhadap isi konten dan kerangka berpikir yang ditawarkan dalam buku tersebut.
Pernah temanku menanyai temanku yang gemar membaca itu untuk
kembali menceritakan isi bacaan yang saat itu sedang ia baca. Hasilnya apa? Dia
belepotan dalam menjelaskan.
Kurang mengerti dan menghargai buah pikir sang
penulis, ia sekedar hanya membeli, menjumbeli rak bukunya dan lalu lalai,
membiarkan arti dan keilmuan dalam bukunya terbengkalai begitu saja.
Sangat disayangkan memang, niatnya pengin menambah wawasan,
tapi menjelaskan kembali isi bacaan, sebagai reintrepertasi atau katakanlah
tanggungjawab terpelajar tidak dipelihara dengan baik, bahkan tak dihiraukan sama
sekali.
Saran saya, membacalah! Teruslah membaca! Tapi jangan abai
akan tanggung jawabmu terhadap isi bacaan yang ingin kamu selesaikan. Sebab
rasanya akan sakit, lha wong diphp. Hehe.
Komentar
Posting Komentar