Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2016

Islam Saya

Pergulatan keberagamaan di Indonesia dewasa ini sungguh riskan. Keompongan persatuan di ambang gading yang mulai retak. Rasa kebersamaan tercoreng nilainya oleh arogansi teroris dan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Tak perlu ambil pusing ternyata. Sebab pendahulu kita telah lama punya arguman teologis pun sosiologis ihwal menanggapi chaos beragama kita. Mencuat dalam berbagai pertemuan—entah itu pertemuan berskala nasional maupun internasional—sebuah suara keprihatinan. Keprihatian terus-menerus disuarakan dalam kampanye perdamaian oleh kalangan mainstream moderat seperti NU dan Muhammadiyah. Sebut saja Nahdlatul Ulama, yang berlandaskan ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah (ASWAJA). Dalam doktrin internal-keagamaannya, NU mempatenkan dirinya sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan ( diniyah wal ijtima’iyyah ). Pula ihwal yang tidak luput dari doktrin ormas itu adalah nilai-nilai persaudaraanya. Dalam kaleidoskop NU sendiri, ada sebuah trilogi persaudaraan yang oleh KH. Ahm...

Pesantren Berpuisi dan Wajah Sastra Pesantren Nusantara

Gambar
Matahari belum nampak, hanya seberkas mega kuning yang terpancar dari ufuk timur, membelakangi Masjid, tatkala Pak Kyai mengakhiri riwayat dzikir Shubuhnya. Seperti biasa, sebagai penutup dzikir, dua ayat akhir dari Surat at-Taubah menjadi lantunan yang tak bisa tidak dilafadkan oleh Pak Kyai. Selalu itu. Istiqomah. Para makmum jamaah, yang terdiri dari santri dan masyarakat sekitar, masih setia menunggu sampai Pak Kyai selesai berdzikir. Sikap menunggu itu, dilakukan hanya untuk ber- mushofahah , mengharap berkah dan barokah. Yang menarik dari moment menunggu itu adalah, tidak sedikit jamaah yang masih terkantuk-kantuk. Meski ada dua macam makmum dari dua golongan yang berbeda, yang mendominasi tetaplah para Santri. Santri yang kebanyakan masih akan beranjak dewasa, pada moment itu, nampak mengelipkan berkali-kali kedua matanya, sebab kantuk Shubuh yang demikian kuat menggelayut di kelopak matanya. Tak jarang, kondisi seperti itu, mengundang tawa orang yang melihat ke...

Dari Agama Menuju Realita

Gambar
*Refleksi Ramadan “ Selamat Menjalankan Ibadah Puasa ”, bukanlah ungkapan baru dalam kaleidoskop keberagamaan kita, bangsa Indonesia. Kita tak asing tatkala membaca ataupun mendengar dari pihak kedua. Rutin, setiap setahun sekali, pasti kita disapa dengan adigum tersebut. Ungkapan tersebut menjadi impuls juga sindiran bagi golongan yang menjalankannya. Impuls sebab, mereaktualisasikan peran agama dalam ranah publik. Di lain sisi adalah sindiran “Lah masak ibadah—kewajiban yang dibebankan—tiap tahun kok masih perlu diingatkan? Bukankah kewajiban itu memang harus diketahui, diimani oleh para penganutnya?”. Tepatnya di bulan Ramadan. Bulan penuh rahmat. Bulan penuh berkah. Dimana yang berkewajiban dilarang makan dan/ minum sejak fajar menyingsing sampai tenggelam. Bau mulut menjadi harum semerbak minyak kasturi. Menahan syahwat. membatasi penglihatan yang ndak-ndak . Pahala ibadah dilipatgandakan. Tidur menjadi ibadah. Pasar Takjil berjejar tersebar di mana-mana. Lalu mendadak, waja...

DIKAU

Perpisahan dan Beberapa Alasan Anda Menolak Sabar,  Setelah lama tak bertemu orang terkasih, luapan emosi cinta, dengan sadar akan terurai, berbentuk ekspresi kegirangan. Rasa gemuruh bercampur sedih serta sumringah, menjadi pewarta raut wajah. Yang tampak dalam wajah kita merupakan bagian perwujudan dari hati yang perasa. Wajah kita adalah aib kita. Ketika kita kebingungan, sakit, sedih, galau, bahagia, lesuh, lemas, mengantuk, dan masih banyak lainnya, akan mudah kita ketahui dari raut wajah masing-masing dari kita. Sebab  meski yang dicubit paha, ekspresi kesakitan malah terlihat di raut wajah kita. Jadi, saya tegaskan, wajah adalah representasi dirasakan oleh kita. Tak jarang, wajah itu, saat bersapa, mengantarkan orang yang kita rindukan untuk turut serta hanyut dalam luapan emosi tersebut. Kita, akan sama-sama merasakan rasa yang jarang sekali dirasakan oleh banyak orang. Rasa yang tiba-tiba nampak, rasa yang mulanya hanya slilit semata, tapi jika slilit itu l...

Mendaur Lingkungan yang Bias Gender

Gambar
Sumber:  solusibuku.com Oleh : Afrizal Qosim Sholeh* Judul               : Perempuan, Islam & Negara (Pergulatan Identitas dan Entitas) Penulis             : KH. Husein Muhammad Tahun Terbit   : Cetakan I, 2 016 Tebal Buku     : vii i -320 Hlm ISBN               : 978-602-7128-94-1 Penerbit           : Qalam Nusantara Pesantren, sebagai basis pendidikan Islam awal di Nusantara, menyimpan banyak memori ihwal posisi perempuan dalam Islam. Secara historis, dalam awal kemunculan pesantren, perempuan menjadi sosok yang kasat mata, seolah lenyap, tak terjamah. Macam ulama besar KH. Bisri Syansuri, pengasuh Pesantren Denanyar, Jombang, salah satu pendiri NU saja sampai diam-diam dan sem...