Temanku Bercadar dan Sebab-Sebab Kita Pekewuh Kepadanya (1)
![]() |
Muslimah Eropa |
Sore semakin gelap. Anak-anak yang mulanya bermain bola di lapangan,
setelah mendengar suara tarhim dari speaker masjid, lantas bergegas pergi ke
masjid, menenteng peci sembari sarung dipasang menyeka bilah dadanya. Dari
rumah juga nampak Ibu dan Pak Dukuh berjalan ke arah yang sama.
Sedang kita sekelompok, berdelapan masih sibuk hendak
menyiapkan sajian makan malam. Kesibukan membuat kita kesulitan membagi waktu
untuk memasak. Ditambah sekelompok didominasi kelamin laki-laki. Alhasil, berulang
kali terpaksa kita rido dianggap nggak punya malu di hadapan menantu Pak Dukuh,
seban dia ikut membantu memasak dan bahkan memasakkan kita.
Kecuali Mbak Rohana, ia berjalan setapak mengikuti Ibu dan
Pak Dukuh, setelah malu-malu mengajak kita--teman-teman sekelompoknya--untuk lekas
berjamaah Magrib di masjid.
"Mbak, Mas, ke masjid dulu yuk!".
Kita serasi menyahut dengan anggukan dan dengan suara berat
menjawab, "Iya, Mbak. Sebentar ya".
Lalu saya imbuhi "Teman-teman nitip ya, Mbak"
heuheu. Mendengar jawaban itu, Mbak
Rohana memalingkan muka. Muka yang hanya terlihat matanya. Ya, ia bercadar. Kita
bergumam dalam balutan kemisterian raut wajahnya. Aku tertampar dengan
omonganku sendiri. Teman-teman juga.
Setelah Mengajar TPA |
Komentar
Posting Komentar