Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Merangkai Bingkai Pendidikan Indonesia Berkemajuan

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh* Selain diuntungkan dengan demographic dividend yang meluap-luap, melimpah ruah, di saat Indonesia menginjak usia satu abad, bangsa kita, juga dipersenjatahi dengan kearifan lokal ( local wisdom ) pun global ( global wisdom ) yang tak kalah melimpah pula. Kekayaan nilai-nilai kebudayaan bangsa, memaksa kita untuk tunduk, patuh, menghayati, teposliro, legowo, sebagai upaya pengembangan jiwa serta pembentukan raga. Asrul Sani (1926-2004) misalnya, seorang budayawan Sumatera Barat generasi awal Indonesia, mengibaratkan manusia sebagai “patung yang belum selesai”, paham ini mirip dengan teori kebudayaan sebagai pemaknaan simbol-simbol oleh Clifford Geertz  dalam bukunya The Interpretation of Culture: Selected Essays (1973). Meskipun pada dasarnya, dikatakan oleh Muhammad Sobary (1998) Asrul Sani adalah budayawan yang memiliki kompleksitas cara berpikir, yaitu intuisi dan teori, yang disebut pertama sebagai pioner. Kembali pada patung tadi, nah, untuk me...

Cyberspace dan Menyemai Dakwah Multikulturalisme

Gambar
Oleh: Afrizal Qosim Sholeh* War and Peace adalah keniscayaan dari dinamika pertumbuhan agama Islam di dunia. Kita memahaminya sebagai gejolak dakwah ajaran Islam. Dimulai ketika Nabi saw. diutus sebagai Rasul, hingga era pasca Turki Ustmani, seluruhnya tak terlepas dari fenomena war and peace . Meskipun tak bisa ditetapkan bagaimana wujud war and peace secara gamblang. Ada yang memaknainya sebagai pertumpahan darah, ada juga yang memaknai hanya sebagai resistensi kebudayaan, atau dalam bahasa Samuel P. Hutington sebagai “ The Clash of Civilization ” [1] , bahkan mungkin hanya cyber bullying , yaitu sikap mengkritik, memfitnah, mencaci satu dengan yang lain dalam cyberspace . Misalnya saja, pada tahun 2004, Pew Internet & America Life Project berkerjasama dengan Center for Research on Media, Religion and Culture mengeluarkan sebuah publikasi dengan judul “ Faith Online”. Temuan dalam publikasi tersebut menyebutkan bahwa 64% responden menggunakan internet untuk tujuan keagamaan...

Manusia Gus Dur

Gambar
Tiada henti orang membahasnya. Menerjemahkan isi pikirannya. Mendaras pemikiran serta leluconnya. Meneladani tingkah laku dan sikapnya. Serasa apa saja yang melekat dalam dirinya terus menerus didaras, hingga mendasari setiap pola dan perilaku sosial dalam ruang lingkup yang kompleks. Yang demikian ini bisa saja disebut sebagai ‘ajaran’. Hingga pada hari itu, muncul berkala di tiap-tiap daerah apa yang masyhur disebut sebagai “GusDurian”. Gus Dur, adalah segalanya. Segala bagi siapapun yang mengindahkannya pun yang mencelanya. Segalanya bukan berarti tanpa cela, meski hal tersebut multi-perspektif. Perspektif baratlah. Perspektif timurlah. Perspektif utaralah. Perspektif selatanlah dan perspektif-perspektif yang lainnyalah. Tapi demikianlah Gus Dur, yang konsisten akan nilai-nilai kejujuran, keterbukaan dan keadilan. Beliau selalu konsisten dan eksis melebarkan sayap-sayap kebaikan ke segala ruang dan waktu. Melewati batas-batas territorial hingga alam. Makamkan dirimu di tanah ta...

Khilaf Kita dan Takbir Cakrawala Dunia

Gambar
Afrizal Qosim Sholeh  “Nonton Pisyi” judul essay yang termuat dalam buku Indonesia Bagian Dari Desa Saya milik Budayawan kondang, Emha Ainun Najib. [i] Ceritanya Kang Kanip, pemuda desa 25 tahun yang ahli memperbaiki dalam segala hal, suka mengotak-atik segala sesuatu, tidak tamat SD, yang segan merantau ke kota; ajakan dari Mbakyu- nya, Mbak Kanipah. Bermodal kegigihan dan semangat menggebu-gebu, perjalanannya dimulai di wisma Mbakyu -nya yang kebetulan ia adalah seorang germo. Masyhur dengan panggilan Tante Kenny. Kang Kanip segan diperintah menjadi pramusaji. Lambat laun, profesionalitasnya terbaca oleh alam. Dia naik jabatan dari pramusaji menjadi wakil manajer dan pemegang utama bidang administrasi, di tempat yang sama, di lingkungan yang ganjil bagi masa kecil Kang Kanip—yang sejak kecil belajar mengaji di Langgar. Tapi itu demi kemaslahatan hidupnya! Dari keseganan itulah, uang mengalir bak pancuran. Dirasa cukup, melaksanakan tradisi para perantau, dia pulang kampu...