Kapitalisasi dan Mafsadah Ritual Ibadah Haji


Ahmad  Afrizal Qosim Sholeh*
            Tragedi Mina yang terjadi beberapa hari yang lalu (Kamis, 24/09/2015), menjadi pukulan telak bagi Kerajaan Arab Saudi selaku panitia penyelenggara ibadah Haji. Ritual rukun Islam kelima itu menjadi laris di bulan Dzulhijjah—orang jawa mengenalnya sebagai Wulan Kajian atawa Wulan Besaran, karena selain ritual ibadah haji, ada juga perayaan Idhul Adha yakni ritual menyembelih hewan Qurban, yang dilaksanakan serentak oleh umat Islam pada 10 Dzulhijjah—dan ramai di media.
            Tragedi yang menelan lebih dari 1.400 korban jiwa tersebut memicu berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Pertama, oleh Pangeran Arab Saudi, seperti yang dilansir (Okezone.com, 28/09/2015) Mohammed Bin Salman Al Saud, mencoba merangsek masuk dengan mengerahkan bantuan 1000 pasukan kerajaan. Sehingga mengakibatkan gesekan-gesakan kecil di antara para jamaah haji yang melaksanakan wukuf ke Arafah dalam perjalanan selagi di Mina. Kedua, keamanan ataupun manajemen dari penyelenggara haji sendiri, dianggap minim, bahkan mungkin lari dari akar humanitas. Lihat saja, sebelum tragedi Mina, ada tragedi crane jatuh yang menewaskan 30 jamaah haji. Yang menjadi persoalan, kenapa masih berlangsung pembangunan di area Masjidil Haram ketika musim haji? lantas, orang akan menganggap ini musibah. Kemudian memberi asuransi kepada korban yang wafat dengan jumlah uang 3,8 Milliyar Rupiah. Secara kasat mata, kuantitas uang itu mencukupi. Namun, jumlah uang itu, juga terkesan pemerintah Arab Saudi meremehkan nyawa para jamaah haji. Walhasil, kecamuk haji di tahun ini, ditandai dengan kelalaian panitia penyelenggaraan ibadah haji dan tidak ada perubahan yang berarti di setiap tahunnya. Kemudian, pemerintah sibuk melegalkan konsumerisme di Tanah Haram, dengan membangun hotel, apartemen, mall mewah, dst, dsb. Walhasil, Arab Saudi sekarang bukan lagi Khadimul Haramain (Pelayan Haramain) melainkan Khadimul Kapitalisme.
            Arus deras globalisasi tak memandang apapun dan siapapun. Hampir semua bermufakat bahwa sekarang manusia harus hidup dengan menyesuaikan zamannya. Era modern kontemporer dengan kemajuan Teknologi dan Informasi ini yang saat ini kita hadapi. Globalisasi menjadi musuh jika kita buta tanpa bekal pengetahuan, dan kompeni jika kita memahaminya. Apalagi dalam kasus Arab Saudi, negara adigdaya dengan kekayaan minyak melimpah, hampir bisa dibaca dengan mudah untuk terlena dengan gemerlap harta. Dus, kapitalisasi menjadi progres mereka.
Bicara globalisasi, pada dasarnya adalah proses penciptaan suatu sistem ekonomi dunia dengan bersandar pada liberalisasi perdagangan dunia, yang ditopang oleh pengembangan sistem finansial global serta berkembangnya produksi transnasional berlandaskan pada ketentuan dan homogenisasi nilai (Watkins, 1996: 102). Legalisasi konsumerisme juga menandai globalisasi, dan globalisasi menandai juga legalisasi kapitalisme di Tanah Haram.
Kapitalisme secara sederhana, ditandai dengan kepemilikan modal berlebih oleh kalangan proletariat dengan tujuan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Dalam definisi tersebut, kapitalisme terkesan egoistis, dan sikap egois sendiri dalam agama Islam tidak dapat dibenarkan secara absolut. Egoisitas akan membutakan pandangan manusia. Egositas akan melenyapkan segi humanitas. Egoisitas mudah memicu konflik. Secara general dalam Islam, egoisitas bisa merugikan manusia.
Demikian, penulis beranggapan, egoisitas kekuasaan kerajaan Saudi Arabia sekarang, yang ditandai dengan legalisasi kapitalisme, merupakan pemicu kebobrokan internal negara serta berakibat pada kerancauan penyelenggaraan haji di Tanah Haram. Sehingga, membuat konsentrasi pemerintah terpecah belah. Bukan lagi ritual ibadah haji yang diprioritaskan, melainkan pembangunan dan pembangunan yang terus digalakkan. Seperti disitir dalam kaidah fiqh, “idzaa wusidal amri ilaa ghoiri ahlihi fantadhiris saa’ah”, jika memberikan tonggak kepemimpinan kepala negara kepada selain ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya. Dan anjuran untuk umat muslim seluruh dunia untuk berdo’a demi keselamatan Tanah Haram. Tanah Nabi Muhammad saw. dilahirkan, dibesarkan, berhijrah, sampai berdakwah, mendakwahkan Islam yang rahmatan lil alamin. Wa maa arsalnaaka illa rahmatan lil alamin.
Sapen, 30 September 2015
*Mahasiswa Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dinamika Sejarah, sampai Perkembangan Desa Bungah

Dzikir Saman di Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik

God dan Pakia (Refleksi Antropologis dan Studi Etnologis Film Robinson Crusoe)