Penyambung Lidah Masyarakat
Sejarah mencatat, tragedi Mei 1998 menjadi momentum kebangkitan
mahasiswa, dengan niat tulus mahasiswa demi
mewujudkan mimpi demokrasi atau pemerintahan yang berkedaultan. Mimpi tersebut tidaklah
mudah, perlu perjuangan, kebersamaan dan tidak memihak pada satu golongan atau kelompok
tertentu, melainkan pada kepentingan bangsa Indonesia.
Dalam ranah sosio-politik, mahasiswa memiliki dua peran pokok,
selain sebagai agent of social control, mahasiswa
juga menjadi ‘penyambung lidah’ masyarakat untuk menyampaikan buah aspirasi dari
segala keresahan masyarakat pada pemerintahan. Dualisme kekuasaan menjadi keresahan
masyarakat saat ini. Maka, berbekal sikap kritis yang menjadi ciri khas dunia kampus,
mahasiswa sebaiknya menyampaikan aspirasi tersebut dengan membangun isu-isu di
dunia maya, seperti internet dan media massa.
Kritisisme mahasiswa sebagai respon atas ketimpangan
perilaku politik elit kiranya penting untuk juga disuarakan dalam ‘ruang publik
maya’. Sebab, internalisasi pendidikan politik tidak cukup hanya dengan
kegiatan riil, tanpa turut melibatkan akses komunikasi populer yang banyak
digandrungi masyarakat, terutama mahasiswa. Dengan harapan, masyarakat menjadi
taat pada hukum, bukan justru pada penguasa.
*Mahasiswa Jurusan
Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
*Artikel ini dimuat di Kolom Argumentasi Kompas Kampus
pada hari Selasa, 21 Oktober 2014
Komentar
Posting Komentar