Penyambung Lidah Masyarakat

Ahmad Afrizal Qosim*

Sejarah mencatat, tragedi Mei 1998 menjadi momentum kebangkitan mahasiswa,  dengan niat tulus mahasiswa demi mewujudkan mimpi demokrasi atau pemerintahan yang berkedaultan. Mimpi tersebut tidaklah mudah, perlu perjuangan, kebersamaan dan tidak memihak pada satu golongan atau kelompok tertentu, melainkan pada kepentingan bangsa Indonesia.
Dalam ranah sosio-politik, mahasiswa memiliki dua peran pokok, selain sebagai agent of social control, mahasiswa juga menjadi ‘penyambung lidah’ masyarakat untuk menyampaikan buah aspirasi dari segala keresahan masyarakat pada pemerintahan. Dualisme kekuasaan menjadi keresahan masyarakat saat ini. Maka, berbekal sikap kritis yang menjadi ciri khas dunia kampus, mahasiswa sebaiknya menyampaikan aspirasi tersebut dengan membangun isu-isu di dunia maya, seperti internet dan media massa.
Kritisisme mahasiswa sebagai respon atas ketimpangan perilaku politik elit kiranya penting untuk juga disuarakan dalam ‘ruang publik maya’. Sebab, internalisasi pendidikan politik tidak cukup hanya dengan kegiatan riil, tanpa turut melibatkan akses komunikasi populer yang banyak digandrungi masyarakat, terutama mahasiswa. Dengan harapan, masyarakat menjadi taat pada hukum, bukan justru pada penguasa.

*Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


*Artikel ini dimuat di Kolom Argumentasi Kompas Kampus pada hari Selasa, 21 Oktober 2014




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dinamika Sejarah, sampai Perkembangan Desa Bungah

Dzikir Saman di Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik

God dan Pakia (Refleksi Antropologis dan Studi Etnologis Film Robinson Crusoe)