Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Agama dan Kepedulian Sosial; Menyemai Transendensi Kafir

Oleh; Fardha Muhammad & Afrizal Qosim Sholeh* Maraknya wabah takfiri , pengkafiran sulit ditemu vaksin atau obat mujarabnya. Pengkafiran menjangkiti kehidupan umat Islam, berpotensi merangsek ke penjuru aspek kehidupan. Carut-marut kehidupan beragama, lanyah diperbincangkaan publik tempo hari Kegelisahan mencuat, merambah pada kesenjangan dan disharmoni sosial.. Humanitas dikhawatirkan belang di banyak bagian. Kabar terbaru, secara general menggambarkan, bahwasannya virus takfiri diam merambah segi teologis yang transenden. Agama wahyu atau agama langit atau Islam dalam diskursus ini, menjadi pemeran utama. Seolah-olah dengan justifikasi orang lain kafir (teologis), maka Islamnya paling benar, yang lainnya salah.  Islamnya yang fardu diikuti dan yang lainnya tidak. Apalagi kalau bukan arogansi iman yang mendasarinya. Apa lacur , perilaku tersebut mewabah dan menjangkiti manusia, dan menjadi anggapan umum sebagai pemantik paling progresif perselisihan norma beragama. T...

Adab dan Humaniora

Gambar
Sumber:  http://www.lintasnews.com/wp-content/uploads/2015/09/149.jpg Oleh: Ahmad Afrizal Qosim* Kehalusan dan kesopan, nilai budi pekerti yang baik adalah definisi ringan dari Adab . Lalu Humaniora, sebagai gandengannya, meliputi ilmu pengetahuan  Sejarah, Filsafat, Bahasa, Hukum, Seni dan lain sebagainya. Lebih jauh lagi, Humaniora diartikan sebagai nilai intrinsik dari humanisme, paham kemanusiaan, manusiawi, Kedua komponen itu, ditaksir menjadi vaksin yang sangatlah manjur jika dijadikan platform sinergitas antara pendidikan dan budaya. Adab dan humaniora sebagai ruh pendidikan pun budaya, mengakses jeritan dalam kehausan moral manusia. Manusia peradaban adalah mereka yang berpendidikan sekaligus berbudaya. Bukan angina lalu, penulis akan jelaskan lebih lanjut. Dialog Pendidikan dan Budaya Mempercakapkan sinergitas antara pendidikan dan budaya tak ubahnya melihat organ tubuh manusia (jantung, mata, kaki) yang bekerja secara individual dengan tujuannya masing...

Pendidikan Transformatif: Ruh Ekopopulisme di Era MEA Menuju Peradaban Indonesia Unggul

Gambar
Oeh: Afrizal Qosim Sholeh Menerima kehadiran MEA adalah keniscayaan. MEA atau Masyarakat Ekonomi Asean, sudah berjalan sejak tahun 2015 lalu. Keniscayaan itu, ada sebab kesiapan Indonesia masih bisa diurai dengan “tanda tanya”. Siap? Tidak siap? Bisa salah satunya, bisa di tengah-tengah, bisa pula tidak sama sekali. Segalanya masih serba  “tanda tanya”. MEA dan Benturan Budaya Munculnya MEA sebagai respon dari modernisasi dan globalisasi, belum ditangkap oleh seluruh lapisan masyarakat, sebab kehadiran pasar tunggal Asean ini, secara wadag tampil dengan perspektif ekonomi an sich . [1] Sehingga lapisan masyarakat di luar ranah ekonomi, bisa jadi tidak tahu bahkan tidak mau tahu. Kesadaran akan prosedur dan tantangan MEA, oleh masyarakat luas, kurang dimengerti dan dipahami betul, baik oleh masyarakat rural ( tradisionalis ), maupun masyarakat urban ( modernis ). Genderang telah ditabuh, menggema. Pasar Tunggal Asean berulah, dengan hilir-mudik transaksi barang dan j...

Selilit tentang kalian: Keluargaku di Tanah Rantauan

Gambar
Yadal Fataa lalu Aliansi Banjari Yogyakarta Sebenarnya sulit untuk menceritakan tentang kalian dari kedangkalan pikiran dan ingatanku ini. Tidak sedikit cerita yang telah kita ukir. Kalian begitu berarti? Pasti. Kalian begitu berharga? Jelas. Kalian begitu menjengkelkan? Terkadang. Kalian begitu menggembirakan? Usah diragukan. Kalian penuh cerita? Sebab itu sulit bagiku menceritakan segalanya yang telah kita lalui bersama-sama. Apa aku harus mendetail untuk menceritakan kalian? Artinya sejak awal mula kita berjumpa sampai bosan berjumpa layaknya sekarang ini?. Apa harus demikian?. Alah, Mungkin itu tak penting. Sudah banyak cerita yang kita bingkai dan ikat dalam ingatan kita masing-masing. Entah itu cerita senang, susah, sedih, gembira, tegang dan rileks. Susahnya amplop kundangan dapet sedikit, senangnya amplop kundangan dapet banyak. Haha. Tapi ada yang nyeletuk “yang terpenting disyukuri, dapatnya segini ya kita terima”, dan aku selalu salut pada omongan seperti itu. S...